Produsen, Distributor, Importir & Supplier Peralatan Laboratorium Teknik Sipil Indonesia,
Jual alat uji Tanah, Jual alat uji Beton, jual alat uji Batuan, jual alat uji Semen, jual alat uji aspal, jual alat uji pertambangan dan jual alat uji General lainnya
Testing Equipment For : Soil, Concrete, Aggregate, Asphalt, Cement, Mining & General Machine
Kami akan selalu berusaha untuk selalu memberikan pelayanan terbaik, karena kepuasan dan kepercayaan konsumen prioritas utama bagi kami
Perkembangan bahan-bahan struktural dapat diuraikan dalam tiga lajur yang berbeda, seperti pada diagram dibawah ini
Lajur pertama menunjukkan bahan–bahan yang tahan terhadap tekanan, dimulai dari batu-bata, kemudian berkembang menjadi beton dan akhir–akhir ini menjadi beton yang berkekuatan tinggi.
Lajur kedua, menunjukkan bahan–bahan yang tahan terhadap tarikan, orang menggunakan bambu dan tambang, kemudian besi dan baja, dan akhir–akhir ini menjadi baja mutu-tinggi.
Lajur ketiga, memperlihatkan bahan–bahan yang tahan terhadap tarikan dan tekanan, yaitu lenturan. Pertama–tama digunakan kayu, kemudian baja struktural, beton bertulang dan akhirnya dikembangkan beton prategang
Prinsip dasar sistem prategang mungkin telah dipakai pada konstruksi berabad–abad yang lalu, pada waktu tali atau pita logam diikatkan mengelilingi papan kayu yang melengkung, yang membentuk sebuah tong. Pada kayu–kayu ke dalam sehingga mampu menahan tarikan akibat tekanan cairan dari dalam. Dengan kata lain, pita dan kayu sudah mendapat tegangan sebelum dibebani.
Pada tahun 1886, ketika P.H Jackson, seorang insinyur dari San Fransisco, California, mendapatkan hak paten untuk pengikatan batang baja-pengikat ke batu-batuan dan busur beton yang berfungsi sebagai pelat lantai. Sekitar tahun 1888, C.E.W Doehring dari Jerman secara perorangan mendapatkan hak paten untuk beton yang diperkuat dengan logam yang telah ditarik sebelum pelat dibebani. Pemakaian ini berdasarkan konsep bahwa beton, walaupun kuat terhadap tekanan, lemah terhadap tarikan, dan dengan menarik baja serta menahannya ke beton akan membuat beton tertekan yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk mengimbangi tegangan tarik yang dihasilkan oleh beban mati ataupun beban hidup.
Tetapi gaya prategang yang diterapkan dalam waktu yang singkat menjadi hilang akibat susut dan rangkak pada beton, karena rendahnya mutu dan kekuatan baja. Pada tahun 1908, C.R. Steiner dari Amerika Serikat mengusulkan kemungkinan untuk mengencangkan kembali batang tulangan setelah beton menjalani penyusutan dan rangkak, untuk mengembalikan gaya yang hilang. Tahun 1925, R.E. Dill dari Nebraska mencoba baja mutu-tinggi yang dilapisi untuk mencegah rekatan dengan beton. Setelah beton mengeras, batang–batang baja ditarik dan diangkurkan ke beton dengan memakai baut. Tetapi cara ini tidak banyak dipakai, terutama karena masalah ekonomis.
Eugene Freyssinet dari Perancis yang berjasa dalam perkembangan beton prategang modern, di tahun 1928 mulai menggunakan baja mutu-tinggi sebagai kabel prategang. Pada tahun 1940, Profesor G. Magel dari Belgia mengembangkan sistem Magnel, dimana dua buah kabel ditarik pada saat yang bersamaan dan diangkurkan dengan memakai pasak baja yang sederhana pada ujung–ujungnya. Pada tahun 1949/1950 dibangun jembatan beton prategang yang pertama dengan bentang 47 m , di Philadelphia (Walnut Lane Bridge).
Sekarang telah dikembangkan banyak sistem dan teknik prategang. Beton prategang sekarang telah diterima dan banyak dipakai, setelah melalui banyak penyempurnaan hampir pada setiap elemen struktur atau sistem bangunan didapatkan penerapan beto prategang, seperti misalnya : jembatan, komponen bangunan seperti balok, pelat dan kolom, pipa dan tiang pancang, terowongan, dan lain sebagainya. Dengan beton prategang dapat dibuat bentang yang besar tetapi langsing.
sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/struktur-beton/struktur-beton-prategang
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat berbagai macam fenomena bentukan alam seperti gunung, pantai, air terjun dan sungai. Semua bentukan alam tersebut terbentuk setelah melalui proses pembentukan yang cukup panjang dan dipengaruhi oleh tenaga yang berasal dari dalam bumi (endogen) maupun tenaga yang berasal dari luar bumi (eksogen).
Beberapa bentuk-bentuk yang terdapat di muka bumi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok antara lain :
Daerah Pantai
Pada daerah pantai terdapat beberapa macam bentukan, yaitu :
1. Teluk
Teluk adalah pantai yang bentuknya cekung ke arah daratan atau dapat disebut juga wilayah laut yang menjorok ke arah daratan. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa contoh dari teluk, yaitu Teluk Jakarta di Pulau Jawa, Teluk Bone dan Teluk Tomini di Pulau Sulawesi.
2. Tanjung
Tanjung adalah wilayah daratan yang menjorok ke arah lautan. Apabila ukuran dari tanjung tersebut sangat luas, biasanya disebut dengan istilah Semenanjung. Contoh dari tanjung di Indonesia antara lain Tanjung Priok danTanjung Ujung Kulon di Pulau Jawa, di Pulau Sumatera terdapat contoh lainnya yaitu Tanjung Jabung.
3. Delta
Delta adalah daratan yang terletak di muara sungai. Proses pembentukan Delta dipengaruhi oleh kegiatan sedimentasi sungai. Delta biasanya terdapat di muara sungai-sungai besar karena materi yang tersedimentasikan banyak, maka delta yang terbentuk pun akan cukup luas. Contoh delta di Indonesia antara lain Delta Sungai Kapuas dan Delta Sungai Mahakam di Kalimantan.
Dataran Rendah
Dataran Rendah dapat diartikan sebgai sebuah wilayah yang memiliki karakter landai dan datar juga terletak pada ketinggian yang tidak melebihi 500 meter diatas permukaan laut (m dpl). Contoh dari dataran rendah adalah wilayah Pantura atau Pantai Utara Jawa.
Pada dataran rendah, penggunaan lahan yang dominan adalah pertanian sawah, selain itu pula pada wilayah dataran rendah yang mendekati laut dan juga dekat dengan muara sungai terdapat rawa-rawa seperti yang terdapat di daerah Pantura dan sebelah utara dari Pulau Sumatera.
Dataran Tinggi
Dataran Tinggi adalah wilayah yang bentuknya datar, bergelombang dan berbukit-bukut dengan kisaran ketinggian pada lebih dari 500 m dpl hingga 1.500 m dpl.Dataran tinggi yang luas berpuncak datar dan biasanya dikelilingi oleh lereng yang curam dinamakan Plato (Plateau). Beberapa dataran tinggi yang terdapat di Indonesia adalah dataran tinggi Dieng di Jawa Timur dan juga dataran tinggi di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara.
Pegunungan
Daerah pegunungan merupakan daerah yang terdiri atas bukit-bukit dan gunung-gung sehingga tampak membentuk suatu lingkaran (sirkum). Ada dua sistem pegunungan atau sirkum di muka bumi ini, yaitu :
1. Sirkum Mediterania
Sirkum Mediterania ini berawal dari Pegunungan Alpen di Eropa dan kemudian menyembung ke sebelah timur hingga Pegunungan Himalaya di Asia dan masuk ke wilayah Indonesia melalui wilayah Sumatera dan menyambung ke Jawa hingga mencapai Kepulauan Maluku.
2. Sirkum Pasifik
Sirkum Pasifik berawal dari barisan Pegunungan Andes di Amerika Selatan dan berlanjut ke Pegunungan Rocky di belahan Amerika Utara. Kemudian melalui wilayah Jepang hingga Filipina dan akhirnya masuk ke Indonesia melalui Pulau Sulawesi dan ada juga yang berbelok ke Halmahera dan berakhir di Papua.
Lubang resapan biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk mengatasi banjir dengan cara (1) meningkatkan daya resapan air, (2) mengubah sampah organik menjadi kompos dan mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2 dan metan), dan (3) memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman, dan mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah dan malaria.
Dengan adanya Lubang Resapan Biopori atau sistem drainase ramah lingkungan kita bisa melakukan pemanfaatkan air hujan yang jatuh kepermukaan bumi agar tidak terbuang sia-sia ke sungai maupun laut. Membuat adanya Lubang Resapan Biopori memang tidak serta merta mengatasi masalah krisis air tanah. Tetapi paling tidak dengan adanya pembuatan ini dapat lebih cepat mengalirkan air permukaan ke dalam tanah. Jadi, selain menambah pasokan air di dalam tanah, biopori ini juga bisa mengurangi banjir.
Maksud dan tujuan dari pembuatan dari Lubang Resapan Biopori ini adalah untuk memanen air hujan dan membantu tanah dalam menyerap / meresapkan air hujan. Dimana dengan adanya penyerapan ini akan :
Memaksimalkan air yang meresap ke dalam tanah sehingga menambah air tanah.
Membuat kompos alami dari sampah organik daripada dibakar.
Mengurangi genangan air yang menimbulkan penyakit.
Mengurangi air hujan yang dibuang percuma ke laut.
Mengurangi resiko banjir di musim hujan.
Maksimalisasi peran dan aktivitas flora dan fauna tanah.
Mencegah terjadinya erosi tanah dan bencana tanah longsor.
1. Meningkatkan Daya Resapan Air
Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan menambah bidang resapan air, setidaknya sebesar luas kolom/dinding lubang. Sebagai contoh bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan dalam 100 cm maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak 3140 cm 2 atau hampir 1/3 m 2. Dengan kata lain suatu permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diamater 10 cm, yang semula mempunyai bidang resapan 78.5 cm 2 setelah dibuat lubang resapan biopori dengan kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 3218 cm 2.
Dengan adanya aktivitas fauna tanah pada lubang resapan maka biopori akan terbentuk dan senantiasa terpelihara keberadaannya. Oleh karena itu bidang resapan ini akan selalu terjaga kemampuannya dalam meresapkan air. Dengan demikian kombinasi antara luas bidang resapan dengan kehadiran biopori secara bersama-sama akan meningkatkan kemampuan dalam meresapkan air.
2. Mengubah Sampah Organik Menjadi Kompos
Lubang resapan biopori “diaktifkan” dengan memberikan sampah organik kedalamnya. Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses dekomposisi. Sampah yang telah didekompoisi ini dikenal sebagai kompos.. Dengan melalui proses seperti itu maka lubang resapan biopori selain berfungsi sebagai bidang peresap air juga sekaligus berfungsi sebagai “pabrik” pembuat kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis tanaman, seperti tanaman hias, sayuran, dan jenis tanaman lainnya. Bagi mereka yang senang dengan budidaya tanaman/sayuran organik maka kompos dari LRB adalah alternatif yang dapat digunakan sebagai pupuk sayurannya.
3. Memanfaatkan Fauna Tanah dan atau Akar Tanaman
Seperti disebutkan di atas. Lubang Resapan Biopori diaktikan oleh organisme tanah, khususnya fauna tanah dan perakaran tanaman. Aktivitas merekalah yang selanjutnya akan menciptakan rongga-rongga atau liang-liang di dalam tanah yang akan dijadikan “saluran” air untuk meresap ke dalam tubuh tanah. Dengan memanfaatkan aktivitas mereka maka rongga-rongga atau liang-liang tersebut akan senantiasa terpelihara dan terjaga keberadaannya sehingga kemampuan peresapannya akan tetap terjaga tanpa campur tangan langsung dari manusia untuk pemeliharaannya. Hal ini tentunya akan sangat menghemat tenaga dan biaya. Kewajiban faktor manusia dalam hal ini adalah memberikan pakan kepada mereka berupa sampah organik pada periode tertentu. Sampah organik yang dimasukkan ke dalam lubang akan menjadi humus dan tubuh biota dalam tanah, tidak cepat diemisikan ke atmosfir sebagai gas rumah kaca; berarti mengurangi pemanasan global dan memelihara biodiversitas dalam tanah. Dengan hadirnya lubang-lubang resapan biopori dapat dicegah adanya genangan air, sehingga berbagai masalah yang diakibatkannya seperti mewabahnya penyakit malaria, demam berdarah dan kaki gajah (filariasis) akan dapat dihindari.
Cara Membuat Lubang Resapan Biopori
Lubang resapan biopori dibuat ditempat yang bebas dari lalu-lalang orang terutama anak-anak. Oleh karena itu penempatannya harus diatur sedemikian rupa dan disesuaikan dengan landscape yang ada. Karena fungsinya sebagai peresap air maka penempatan biopori dilakukan di lokasi dimana air secara alami akan cenderung berkumpul atau air tersebut diarahkan ke tempat dimana lubang resapan biopori berada. Air dapat diarahkan dengan membuat alur.
Alat dan bahan yang digunakan / dipersiapkan pada pembuatan Lubang Resapan Biopori ini yaitu :
Bor tangan ( Hand bore )
Linggis
Pipa Ø 10 cm dengan panjang 1 m ( @ LRB )
Sampah organik
Langkah – langkah yang dilakukan untuk pembuatan lubang resapan biopori ini adalah sebagai berikut :
Lubangi pipa yang telah dipersiapkan ( Ø 10 cm dengan panjang 1 m ) dengan paku atau bor mesin yang jumlah lubangnya bisa ditentukan dengan rumus = intensitas hujan (mm/jam) x luas bidang kedap air (meter persegi) / laju resapan air perlubang (liter / jam).
Tentukan lokasi lubang resapan biopori yang diinginkan. Jika tanah kering basahi terlebih dahulu agar proses pengeboran lebih mudah.
Buat lubang silindris ke dalam tanah ukuran diameter 10 cm dengan hand bore dengan cara posisikan bor tegak lurus permukaan tanah, Putar bor searah jarum jamsambil di beri tekanan seperlunya.
Bila seluruh mata bor sudah terisi tanah, tarik bor ke atas sambil terus memutarnya searah jarum jam.
Bersihkan mata bor yang berisi tanah kemudian masukkan lagi bor kedalam lubang yang telah terbentuk.
Ulangi langkah 3-4, hingga lubang mencapai kedalaman 100 cm kemudian masukan pipa kedalam lubang yang telah terbentuk.
Isi lubang dengan sampah organik dari daun-daun kering.
Agar Lubang Resapan Biopori yang dibuat tetap berkerja secara optimal, maka perlu dilakukan pemeliharaan pada Lubang Resapan Biopori tersebut dengan cara :
Memasukkan sampah organik secara berkala pada saat terjadi penurunan volume sampah organik pada lubang resapan biopori
Mengambil sampah organik yang ada dalam lubang resapan biopori setelah menjadi kompos yang diperkirakan 2 – 3 bulan telah terjadi proses pelapukan
Flow Chart Pembuatan Biopori
sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/rekayasa-sumber-daya-air/memanen-air-hujan-dengan-biopori
Dalam siklus hidrologi, air hujan jatuh ke permukaan bumi, sebagian masuk ke dalam tanah, sebagian menjadi aliran permukaan, yang sebagian besar masuk ke sungai dan akhirnya bermuara di laut. Air hujan yang jatuh ke bumi tersebut menjadi sumber air bagi makhluk hidup.
Curah hujan di wilayah Indonesia cukup tinggi, yaitu 2.000 – 4.000 mm/tahun dapat menjadi sumber air bersih, tetapi sering menimbulkan banjir pada musim penghujan, karena air hujan tidak dapat meresap ke tanah seiring dengan menurunnya daerah resapan. Di sisi lain dengan pertumbuhan jumlah penduduk, maka kebutuhan air bersih meningkat, diperkirakan pemanfaatan air tanah untuk memenuhi kebutuhan penduduk sebesar 100 liter/ hari/orang.
Pemanfaatan air tanah yang berlebihan akan menimbulkan dampak negatif antara lain: intrusi air laut, penurunan muka air tanah, amblesan tanah (land subsidence) yang menyebabkan genangan banjir dimusim penghujan. Sementara itu alih fungsi lahan pada daerah resapan akan menurunkan resapan air hujan, sehingga terganggunya ketersedian air bersih.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka perlu dipertahankan kesetimbangan melalui proses pengambilan dan pengisian air hujan (presipitasi dan infiltrasi) dengan meresapkan ke dalam pori-pori/rongga tanah atau batuan, serta dilakukan upaya konservasi air.
Prinsip dasar konservasi air adalah mencegah atau meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam tubuh bumi. Atas dasar prinsip ini maka curah hujan yang berlebihan pada musim hujan tidak dibiarkan mengalir ke laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap ke dalam tanah (groundwater recharge) yaitu melalui pemanfaatan air hujan.
Pemanfaatan air hujan dapat dilakukan dengan cara membuat kolam pengumpul air hujan, sumur resapan dangkal, sumur resapan dalam dan lubang resapan biopori( LRB ) . lubang resapan biopori ( LRB ) menurut organisasi adalah lubang dengan diameter 10 sampai 30 cm dengan panjang 30 sampai 100 cm yang ditutupi sampah organik yang berfungsi untuk menjebak air yang mengalir di sekitarnya sehingga dapat menjadi sumber cadangan air bagi air bawah tanah, tumbuhan di sekitarnya serta dapat juga membantu pelapukan sampah organik menjadi kompos yang bisa dipakai untuk pupuk tumbuh-tumbuhan.
Macam – Macam Cara Pemanfaatan Air Hujan
1. Kolam Pengumpul Air Hujan
a. Kolam Pengumpul Air Hujan di atas Permukaan Tanah
Cara ini diperuntukkan bagi lokasi yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :
muka air tanah dangkal < 1 m;
jenis tanah yang mempunyai kapasitas infiltrasi rendah seperti lempung dan liat;
kawasan karst, rawa, dan/atau gambut.
Konstruksi
membuat saluran air dari talang bangunan (dengan bahan PVC) ke dalam kolam pengumpul air hujan;
membuat kolam pengumpul air hujan dari beton, batu bata, tanah liat atau bak fiber/aluminium, dilengkapi dengan saluran pelimpasan keluar dari kolam pengumpul air hujan; dan
membuat penutup kolam pengumpul air hujan.
Pemeliharaan
membersihkan talang dan saluran air dari kotoran seperti ranting, dedaunan agar tidak tersumbat; dan/atau
melakukan analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas air di dalam kolam pengumpul air (bila perlu).
b. Kolam Pengumpul Air Hujan di bawah Permukaan Tanah
Cara ini diperuntukkan bagi lokasi yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :
daerah bebas banjir;
muka air tanah dangkal > 2 m;
keterbatasan ruang di atas tanah; dan/atau
daerah dengan ketinggian permukaan tanah minimal di atas 10 m di atas permukaan laut dengan luas lahan terbatas.
Konstruksi
membuat saluran air (PVC) dari talang bangunan ke dalam kolam pengumpul air hujan;
membuat kolam pengumpul air hujan dari beton, batu bata, atau bak fiber/aluminium dilengkapi dengan saluran pelimpasan keluar dari kolam pengumpul air hujan. Apabila kolam pengumpul tersebut dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari maka dapat dilengkapi dengan pompa air yang diletakkan pada permukaan tanah; dan
membuat penutup kolam pengumpul air hujan.
Pemeliharaan
membersihkan talang dari kotoran seperti ranting, dedaunan agar tidak tersumbat; dan/atau
melakukan analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas air di dalam kolam pengumpul air (bila perlu).
2. Sumur Resapan
a. Sumur Resapan Dangkal
Cara ini diperuntukkan bagi lokasi yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :
tinggi muka air tanah > 0,5 m; dan/atau
berada pada lahan yang datar dan berjarak minimum 1 m dari pondasi bangunan.
Konstruksi
sumur resapan dangkal dibuat dalam bentuk bundar atau empat persegi dengan menggunakan batako atau bata merah atau buis beton;
sumur resapan dangkal dibuat pada kedalaman di atas muka air tanah atau kedalaman antara 0,5 – 10 m di atas muka air tanah dangkal dan dilengkapi dengan memasang ijuk, koral serta pasir sebesar 25% dari volume sumur resapan dangkal;
sumur resapan dangkal dilengkapi dengan bak kontrol yang dibangun berjarak + 50 cm dari sumur resapan dangkal yang berfungsi sebagai pengendap;
sumur resapan dangkal dan bak kontrol dilengkapi dengan penutup yang dapat dibuat dari beton bertulang atau plat besi;
membuat saluran air dari talang rumah atau saluran air di atas permukaan tanah untuk dimasukkan ke dalam sumur dengan ukuran sesuai jumlah aliran. Sumur resapan yang sumber airnya dialirkan melalui talang bangunan tidak perlu membuat bak kontrol; dan
memasang pipa pembuangan yang berfungsi sebagai saluran limpasan jika air dalam sumur resapan sudah penuh.
Pemeliharaan
membersihkan bak kontrol dan sumur resapan dangkal dengan mengangkat filter yang berupa ijuk, koral dan pasir pada setiap menjelang musim penghujan atau disesuaikan dengan kondisi tingkat kebersihan filter; dan/atau
melakukan analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas air yang masuk ke dalam sumur resapan apabila terdapat unsur-unsur tercemar. Parameter analisa air tanah dapat mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
b. Sumur Resapan Dalam
Cara ini diperuntukkan bagi lokasi yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :
diutamakan di daerah land subsidence dan/atau daerah genangan;
penurunan muka air tanah dalam kondisi kritis;
ketinggian muka air tanah > 4 m; dan/atau
sumur resapan dalam dapat dipadukan dengan sumur eksploitasi yang telah ada dan/atau yang akan dibuat.
Konstruksi
sumur resapan dalam dibuat melalui pemboran dengan lubang bor tegak lurus dan diameter minimal 275 mm (11 inch) untuk seluruh kedalaman;
diameter pipa lindung dan saringan minimal 150 mm (6 inch);
kedalaman sumur resapan dalam disesuaikan dengan kondisi akuifer dalam yang ada;
bibir sumur atau ujung atas pipa lindung terletak minimal 0,25 m di atas muka tanah dan dilengkapi dengan penutup pipa;
saringan sumur bor harus ditempatkan tepat pada kedudukan akuifer yang disarankan untuk peresapan. Apabila akuifernya mempunyai ketebalan lebih dari 3 m, maka panjang minimal saringan yang dipasang harus 3 m, ditempatkan di bagian tengah akuifer;
ruang antara dinding lubang bor dan pipa lindung di atas dan di bawah pembalut kerikil diinjeksi dengan lumpur penyekat, sehingga terbentuk penyekat-penyekat setebal 3 m di bawah kerikil pembalut dan setebal minimal 2 m di atas kerikil pembalut;
ruang antara dinding lubang bor dan pipa jambang di atas kerikil pembalut mulai dari atas lempung penyekat hingga kedalaman 0,25 m di bawah muka tanah harus diinjeksi dengan bubur semen, sehingga terbentuk semen penyekat;
di sekeliling sumur harus dibuat lantai beton semen dengan luas minimal 1 m2, berketebalan minimal 0,5 m mulai 0,25 m di bawah muka tanah hingga 0,25 m di atas muka tanah;
sumur resapan dalam dilengkapi dengan 2 buah bak kontrol yang dibuat secara bertingkat dengan menggunakan batu bata, batako, atau cor semen secara berhimpit berukur panjang 1 m, lebar 1,5 m, dan kedalaman 1,5 m, dasar bak kontrol disemen; dan
untuk bak penyaring, dibuat dengan kedalaman 1 m dan diisi dengan pasir dengan ketebalan 25 cm, koral setebal 25 cm dan ijuk setebal 25 cm. Bak kontrol 2, dengan kedalaman 1,5 m diisi dengan ijuk setebal 25 cm, arang aktif setebal 25 cm, koral setebal 25 cm, dan ijuk setebal 25 cm.
Pemeliharaan
membersihkan atau mengganti penyaring dari kotoran dan endapan/lumpur yang menyumbat pada bak penyaring, pada musim penghujan dan kemarau atau sesuai dengan keperluan; dan/atau
melakukan analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas air yang masuk ke dalam sumur resapan. Parameter analisa air tanah dapat mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
c. Lubang Resapan Biopori (LRB)
Cara ini diperuntukkan bagi lokasi yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :
daerah sekitar pemukiman, taman, halaman parkir dan sekitar pohon;
dan/atau pada daerah yang dilewati aliran air hujan.
Konstruksi
membuat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter 10 cm, kedalaman 100 cm atau tidak melampaui kedalaman air tanah. Jarak pembuatan lubang resapan biopori antara 50 – 100 cm;
memperkuat mulut atau pangkal lubang dengan menggunakan:
1. paralon dengan diameter 10 cm, panjang minimal 10 cm; atau 2. adukan semen selebar 2 – 3 cm, setebal 2 cm disekeliling mulut lubang.
mengisi lubang LRB dengan sampah organik yang berasal dari dedaunan, pangkasan rumput dari halaman atau sampah dapur; dan
menutup lubang resapan biopori dengan kawat saringan.
Pemeliharaan
mengisi sampah organik kedalam lubang resapan biopori;
memasukkan sampah organik secara berkala pada saat terjadi penurunan volume sampah organik pada lubang resapan biopori; dan/atau
mengambil sampah organik yang ada dalam lubang resapan biopori setelah menjadi kompos diperkirakan 2 – 3 bulan telah terjadi proses pelapukan.
Kebutuhan Jumlah Kolam Pengumpul Air Hujan, Sumur Resapan dan Lubang Resapan Biopori
1. Jumlah Unit Kolam Pengumpul Air Hujan yang Diperlukan Berdasarkan Luas Tutupan Bangunan
2. Jumlah Unit Sumur Resapan Dangkal, Sumur Resapan Dalam dan Lubang Resapan Biopori yang diperlukan berdasarkan Luas Tutupan Bangunan
3. Nilai Kelulusan Batuan (Konduktivitas Hidrolik) (m/hari) berdasarkan Jenis Batuan
sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/rekayasa-sumber-daya-air/pemanfaatan-air-hujan
Pengolahan individual adalah pengolahan air limbah yang dilakukan secara sendiri-sendiri pada masing-masing rumah terhadap air limbah yang dihasilkan, dengan diagram system penanganannya sebagai berikut :
B. Pengolahan individu pada lingkungan terbatas
Pengolahan air limbah domestik secara individu pada lingkungan terbatas dilakukan terpadu dalam wilayah yang kecil/terbatas, seperti hotel, rumah sakit, bandar udara, pelabuhan dan fasilitas umum, dengan diagram system penanganannya sebagai berikut :
C. Pengolahan Komunal
Pengolahan air limbah komunal adalah pengolahan air limbah yang dilakukan pada suatu kawasan pemukiman, industri, perdagangan seperti kota-kota besar, yang pada umumnya dilayani/dibuang melalui jaringan riool kota untuk kemudian dialirkan menuju ke suatu Instalasi Pengolahan Air Limbah dengan kapasitas besar (Kota Yogyakarta: 170 lt/dt atau 15.500 m3/hari untuk melayani jumlah penduduk sekitar 110.000 orang pada tahun 2002). Diagram sistem penanganannya adalah sebagai berikut :
D. Sistem Penyaluran Air Limbah
Penanganan air limbah domestik secara komunal diperlukan saluran air limbah yang dapat mengalirkan air limbah dari tempat sumbernya hingga ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Saluran air limbah tersebut berupa jaringan pipa (riool) yang ditanam di bawah permukaan tanah. Bagi kota yang memiliki jaringan riool kota maka masyarakatnya dapat memanfaatkan jaringan riool kota tersebut sebagai tempat pembuangan air limbah yang dihasilkan dengan membayar sejumlah tertentu sesuai dengan tarif yang ditentukan (berdasarkan Perda)
E. Pengolahan Air Limbah
1. Pengolahan Individu
Bangunan pengolahan air limbah domestik yang dilakukan secara individu terdiri atas Tangki Septik dan Bangunan Peresapan.
Tangki Septik
Tangki Septik merupakan bangunan yang berfungsi sebagai penampung air kotor/tinja yang merupakan bahan organic, langsung dari WC atau Urinoir. Proses yang terjadi di dalam tangki septik tersebut adalah proses pembusukan/penguraian/perombakan bahan organik oleh mikroorganisme yang memerlukan waktu minimum 3 hari. Proses tersebut meliputi aerobik dan anaerobic
Bangunan Peresapan
Ada 2 jenis bangunan peresapan yang sering digunakan, yaitu peresapan memanjang dan peresapan melintang.
2. Instalasi Pengolahan Air Limbah
Proses pengolahan limbah cair industri mencakup proses fisik, kimia, dan biologis dan atau kombinasi dari ketiga proses tersebut dan tergantung dari jenis dan kualitas limbahnya serta tujuan dari pengolahan yang dilakukan. Tujuan pengolahan limbah cair adalah agar air yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi memenuhi syarat kesehatan sehingga tidak mengganggu kesehatan masyarakat maupun merusak lingkungan.
Metode pengolahan air limbah yang dipergunakan dalampengolahan air untuk membuatnya aman dan menarik bagi para langganan dibahas berikut ini. Masalah-masalah yang dipertimbangkan meliputi: (1) tinjauan tentang metode-metode pengolahan yang utama dan penerapannya, (2) metode-metode pengolahan fisik, (3) metode-metode pengolahan kimiawi, (4) beberapa metode pengolahan khusus, (5) pembuangan lumpur dari instalasi pengolahan, dan (6)perencanaan instalasi pengolahan air.
Metode-metode pengolahan air berkaitan dengan pencemar-pencemar yang ada dalam persediaan air tertentu. Pencemar-pencemar utama yang harus diperhatikan pada kebanyakan air adalah (1) bakteri patogen, (2) kekeruhan dan bahan-bahan terapung, (3) warna, (4) rasa dan bau, (5) senyawa-senyawa organik, dan (6) kesadahan. Faktor-faktor ini terutama berhubungan dengan kesehatan dan estetika. Walaupun pencemar-pencemar lain yang terdaftar dalam Tabel 2.6. juga penting,tetapi tidak merupakan faktor-faktor utama pada kebanyakan persediaan air. Seandainya merupakan suatu faktor penting, maka harus dipergunakan metode pengolahan khusus.
Metode-metode yang dipergunakan untuk pengolahan air dapat digolongkan menurut sifat fenomena yang menghasilkan perubahan yang diamati. Dengan demikian, istilah operasi satuan fisik dipergunakan untuk menggambarkan metode-metode yang mendapatkan perubahan-perubahan melalui penerapan gaya-gaya fisik, misalnya pengendapan gravitasi. Pada proses-proses satuan kimiawi atau biologis, perubahan diperoleh dengan cara reaksi-reaksi kimia atau biologis.
3. Metode Pengolahan Biologis
Metode ini merupakan unsur-unsur pokok bagi hampir semua jaringan pengolahan sekunder. Konsep dasar pengolahan biologi, dengan sederhanameliputi (1) konversi bahan organik terlarut dan koloidal dalam air limbah menjadi serat-serat sel biologis dan menjadi produk akhir, dan (2) pembuangan selanjutnya dari serat-serat sel, biasanya dengan cara pengendapan gravitasi. Metode pengolahan secara biologis meliputi :
a. Proses lumpur aktif
Air limbah yang tak diolah atau yang diendapkan dicampur dengan lumpur yang diaktifkan balik, yang volumenya 20 hingga 50 persen dari volumenya sendiri.
b. Proses trickling filter
Buangan dari pengendapan primer biasanya mengandung kira-kira 60 % hingga 80 % bahan organik yang mula-mula ada dalam air limbah. Proses filter tetesan adalah suatu metode untuk mengoksidasikan bahan-bahan yang dapat membusuk yang tersisa setelah pengolahan primer.
c. Piringan biologis berputar
Pada proses piringan biologis, sejumlah piringan plastik bulat dipasang pada suatu gagang sumbu. Organisme-mikro yang melaksanakan pengolahan melekat ke piringan-piringan itu dan berputar ke dalam serta ke luar dari air limbah.
d. Kolam stabilisasi dan aerasi
Kolam stabilisasi atau kolam oksidasi bermanfaat untuk memantapkan bahan organik melalui kerja gabungan dari ganggang organisme mikro lainnya. Suatu kolam aerasi pada dasarnya adalah suatu sistem kolam untuk pengolahan air limbah di mana oksigen dimasukkan dengan aerator-aerator mekanik dan tidak hanya mengandalkan produksi oksigen fotosintesis.
4. Pengolahan Air Limbah Lanjutan
Pengolahan limbah lanjutan bersangkutan operasi-operasi dan proses-proses tambahan di luar yang secara konvensional dipergunakan untuk mempersiapkan air limbah guna penggunaan kembali secara langsung bagi kebutuhan-kebutuhan industri, pertanian, dan perkotaan. Selama suatu daur penggunaan bagi kebutuhan kota, konsentrasi bahan-bahan organik dan anorganik di dalam air akan meningkat. Sebagian besar dari bahan organik yang secara biologis dapat mengalami degradasi telah terbuang selama sselama pengolahan konvensional, tetapi antara 40 dan 100 mg/l bahan organik yang secara biologis sangat tahan atau sukar cair akan tetap berada dalam larutan buangan. Bahan-bahan ini mungkin merupakan produk akir dari pembusukan biologis yang normal atau produk-produk buatan, misalnya detergen sintetis, pestisida dan/atau limbah industri organik. Selama suatu daur penggunaan, konssentrasi garam-garam seperti magnesium, kalsium,sodium, sulfat, klorida, dan bikarbonat dapat meningkat sebesar 100 hingga 300 mg/l. Garam-garam semacam ini juga bersifat sangat tahan. Bila air limbah harus dipergunakan kembali, seperti yang biasa terjadi pada daerah-daerah yang kekurangan air, maka konsentrasi dari bahan-bahan yang sangat tahan ini mungkin harus diturunkan, tergantung pada rencana penggunaan buangan yang bersangkutan.
sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/teknik-lingkungan/sistem-pengolahan-air-limbah
Air limbah diartikan sebagai air bekas yang sudah tidak terpakai lagi, yang merupakan hasil dari berbagai kegiatan manusia sehari-hari. Pada umumnya air limbah tersebut dibuang ke dalam tanah atau badan air seperti sungai, danau, dan laut.
Jumlah air limbah yang dibuang akan selalu bertambah dengan meningkatnya jumlah penduduk dengan segala kegiatannya. Jika jumlah air limbah yang dibuang melebihi kemampuan alam untuk menerimanya, maka akan terjadi kerusakan lingkungan. Lingkungan yang rusak akan menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem, termasuk menurunnya tingkat kesehatan manusia dan kehidupan biota lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan air limbah yang terpadu baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat umum yang semuanya memiliki peran dalam menghasilkan dan mengelola air limbah mulai dari sumbernya hingga ke tempat pembuangan.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah mulai dari pembuatan peraturan perundangan, penyuluhan tentang pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan fisik berupa pembuatan MCK umum, jaringan pipa pembuangan air limbah serta instalasi pengolahan air limbah yang sudah mulai di bangun di hampir setiap kota besar.
Kesadaran masyarakat mengenai kesehatan lingkungan sangat diperlukan karena masyarakat memiliki potensi terbesar dalam membuang air limbah ke lingkungannya, sehingga untuk meningkatkan kesadaran tersebut dapat dilakukan dengan :
Penyuluhan mengenai kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, cara-cara mengolah air limbah secara sederhana, sehingga masyarakat dapat melakukan pembuatan bangunan pengolahan air limbah masing-masing (individu).
Pendidikan mengenai kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, dengan mulai dikenalkan tentang rekayasa lingkungan.
Karakteristik Air Limbah
1.Sumber, jenis dan macam air limbah
a. Sumber dan ukuran aliran air limbah rumah tangga(domestik)
Air limbah yang berasal dari kegiatan hunian, seperti rumah tinggal, hotel, sekolahan, kampus, perkantoran, pertokoan, pasar dan fasilitas pelayanan umum. Air limbah domestik dapat dikelompokkan menjadi:
Air buangan kamar mandi
Air buangan WC: air kotor/tinja
Air buangan dapur/cucian.
b. Air limbah industri
Air yang berasal dari kegiatan industri, seperti pabrik kertas logam, tekstil, kulit, pangan (makanan dan minuman), industri kimia dan lainnya.
c. Air limbah limpasan dan rembesan air hujan
Air limbah yang melimpas di atas permukaan tanah dan meresap ke dalam tanah sebagai akibat terjadinya hujan.
2.Kuantitas air limbah
Sumber-sumber utama air limbah domestik dalam suatu masyarakat adalah kediaman dan daerah komersial/perdagangan. Sumber penting lain meliputi instansi dan fasilitas rekreasi. Untuk daerah yang ada, data ukuran aliran seharusnya diperoleh dengan pengukuran langsung. Metode untuk area yang sedang dikembangkan dipertimbangkan dalam diskusi/bahasan berikutnya.
Pada daerah pemukiman kecil, aliran air limbah umumnya dibagi berdasar kepadatan penduduk dan rata-rata kontribusi air limbah per kapita. Untuk daerah pemukiman luas, sering dikembangkan ukuran aliran berdasar area pemakaian tanah dan mengantisipasi kepadatan penduduk. Di mana ukuran-ukuran ini seharusnya didasarkan data aliran aktual dari tipe daerah pemukiman terpilih berlokasi dekat area yang sedang diteliti. Karena ketidakadaan data demikian, sebuah tafsiran 70% air domestik mungkin dipakai kembali.
Aliran limbah di daerah perdagangan/komersial umumnya dinyatakan dalam m3 per ha per hari dan didasarkan keberadaan atau diantisipasi pembangunan masa depan atau data yang sama/bersamaan. Unit aliran mungkin beragam dari 42 sampai lebih dari 1500 m3/ha.hari.
3.Kualitas air limbah
Persen jumlah kotoran-kotoran dalam air dan secara alami mengganggu penggunaan air untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan didefinisikan polusi air. Parameter –parameter yang digunakan untuk pengukuran kualitas air :
A. Parameter fisik
Parameter fisik meliputi karakteristik air yang dapat diindera, meliputi :
Bahan padat keseluruhan, yang terapung dan terlarut
Bahan padat keseluruhan ditetapkan dengan menguapkan suatu contoh air dan menimbang sisanya yang telah kering. Bahan padat terapung didapat dengan menyaring suatu contoh air. Sedangkan bahan padat terlarut adalah perbedaan antara bahan padat keseluruhan dan bahan padat terapung.
Kekeruhan
Kekeruhan mengurangi kejernihan air dan diakibatkan oleh pencemar-pencemar yang terbagi halus, dari mana pun asalnya, yang ada di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh lempung, lanau, partikel-partikel tanah dan pencemar-pencemar koloidal lainnya. Tingkat kekeruhan tergantung pada kehalusan partikel dan konsentrasinya. Di waktu yang lalu, standar untuk perbandingan adalah turbidimeter Jackson. Dengan alat ini, kekeruhan ditetapkan sebagai ukuran kedalaman air yang dibutuhkan untuk menghilangnya bayangan cahaya lilin. Sekarang, kekeruhan diukur dengan suatu turbidimeter yang mengukur gangguan lintasan cahaya melalui suatu contoh air. Air permukaan yang mengalami kenaikan tingkat kekeruhan yang besar setelah terjadinya hujan sering disebut sebagai “air yang mengkilat”. Air semacam ini lebih sulit untuk diolah dari pada air yang tingkat kekeruhannya hampir tetap.
Warna
Warna air disebabkan karena jenis-jenis tertentu dari bahan organik yang terlarut dan koloidal yang terbilas dari tanah atau tumbuh-tumbuhan yang membusuk. Limbah-limbah dari kegiatan industri sering menjadi sebab dari adanya warna di dalam air. Intensitas warna diukur dengan perbandingan visual dari contoh air yang bersangkutan dengan tabung-tabung Nessler, yaitu tabung-tabung gelas yang berisi intensitas warna standar yang berbeda.
Rasa dan Bau
Bahan organik yang membusuk atau bahan kimia yang mudah menguap menyebabkan rasa dan bau. Pengukurannya dengan melarutkan contoh air yang bersangkutan hingga rasa dan baunya tak dapat lagi ditemukan dengan dengan pengujian oleh manusia. Air minum secara praktis harus bebas dari warna, rasa, dan bau.
Suhu
Suhu tergantung pada sumber airnya. Suhu air tanah bervariasi menurut kedalaman dan ciri-ciri akuifer yang menjadi sumber air itu.
B. Parameter Kimia
Parameter Kimia meliputi :
Alkalinitas
Alkalinitas air adalah pengukur kapasitasnya untuk menetralisir asam-asam. Pada air alamiah, alkalinitas dikaitkan dengan konsentrasi bikarbonat, karbonat, dan hidroksidanya. Alkalinitas keseluruhan biasnnya dinyatakan dengan padanan kalsium karbonat dalam miligram per liter.
Keasaman
Keasaman air dinyatakan dalam jumlah kalsium karbonat yang dibutuhkan untuk menetralisir air itu atau dapat juga dinyatakan dengan konsentrasi ion hidrogen. . Keasaman air diukur dengan pH meter. Konsentrasi pH yang baik bagi air minum dan air limbah adalah netral atau pH = 7. Jika pH di bawah 7 termasuk asam dan jika pH di atas 7 termasuk basa.
Karbon dioksida
Untuk menguji perkaratan air dan kebutuhan dosis bila pengolahan kimiawi harus dipergunakan, dapat juga dipergunakan untuk memperkirakan pH bila konsentrasi bikarbonatnya diketahui.
Kesadahan
Kesadahan didefinisikan sebagai jumlah katioan-kation multivalen. Manfaatnya untuk mengukur kapasitas konsumsi sabun dan kecenderungan pembentukan skala air.
Hantaran
Funsinya untuk menghitung bahan padat terlarut keseluruhan atau memeriksa hasil- hasil analisis air lengkap. Bahan padat keseluruhan atau TDS dalam mg/l = 0,55 hingga 0,7 kali nilai hantaran dari contoh air dalam mmhos/cm.
Klorida
Fungsinya sebagai desinfektan jika dalam keadaan klor bebas, tetapi jika dalam bentuk senyawa dengan natrium maka akan menyebabkan ion menjadi asin.
Sulfur
Sulfur dalam jumlah besar akan menaikkan keasaman air. Ion sulfat oleh bakteri direduksi menjadi sulfida pada kondisi anaerob yang selanjutnya sulfida akan diubah menjadi Hidrogen Sulfida. Dalam keadaan aerob Hidrogen Sulfida teroksidasi secara bakteriologis menjadi sulfat. Dalam bentuk H2S bersifat racun dan berbau busuk.
Besi dan mangan
Air yang mengandung larutan padatan senyawa ini akan bersifat menghantarkan listrik dan menyebabkan cepatnya proses korosi. Warna yang ditimbulkannya adalah kecoklatan.
Organik
Sumber material organik berasal dari alam dan aktifitas manusia. Organik terlarut dalam air dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1. Organik terurai
Yang termasuk material organik terurai misalnya karbohidrat, lemak, protein, alkohol, asam, aldehid, dan ester.
2. Organik tak terurai
Contoh organik tak terurai secara biologis yaitu detergen senyawa Alkil Benzena Sulfonat.
C. Parameter Biologi
Tiga dunia organisme mikro yang biasa terdapat dalam air dapat dibedakan sebagai berikut :
Binatang, anggota yang mewakili Rotifer dan Crustacea .
Tumbuh-tumbuhan, misalnya Lumut, Pakis, Tanaman berbiji. Binatang dan tumbuh-tumbuhan bersel banyak dengan perbedaan jaringan urat.
Protista tinggi, misalnya Ganggang, Protozoa, Jamur, Ngengat lanau. Protista rendah misalnya Ganggang hijau-biru, Bakteri. Kedua protista ini bersel ganda atau bersel banyak, tanpa perbedaan jaringat urat.
Organisme mikro yang paling dikenal adalah bakteri, sedangkan virus-virus yang tidak termasuk dalam contoh di atas biasanya digolongkan terpisah menurut tuan rumah yang mereka jangkiti. Ukuran bakteri berbeda-beda dari 1 hingga 4 mikron (satu mikron = 10-6 m = 1 mm ), bakteri tak dapat dilihat dengan mata telanjang. Bakteri yang menimbulkan penyakit disebut bakteri patogen. Baktaeri non patogen biasanya tak berbahaya. Bakteri aerobik membutuhkan oksigen untuk hidupnya, sedangkan bakteri anaerobik tidak membutuhkan oksigen bebas. Bakteri fakultatif adalah bakteri yang dapat hidup dengan atau tanpa oksigen bebas. Eschericia coli ( colo bacili atau coliform ) adalah bakteri ynag menghuni usus binatang berdarah panas, bakteri-bakteri yang tidak berbahaya ini mengeluarkan tinja, sehingga adanya di dalam air meanjadi tanda bahwa bakteri patogen mungkin terdapat juga. Organisme coliform terdapat pada air yang baru tercemar air limbah.
sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/teknik-lingkungan/air-limbah