Apa Yang Dimaksud Dengan Girder

Apa Yang Dimaksud Dengan Girder
Balok I atau Girder

Girder adalah sebuah balok diantara dua penyangga dapat berupa pier ataupun abutment pada suatu jembatan atau fly over. Umumnya girder merupakan balok baja dengan profil I, namun girder juga dapat berbentuk box (box girder), atau bentuk lainnya.  Menurut material penyusunnya girder dapat terdiri dari girder beton dan girder baja. Sedangkan menurut sistem perancangannya, girder terdiri dari girder precast yaitu girder beton yang telah di cetak di pabrik tempat memproduksi beton kemudian beton tersebut di bawa ke tempat pembangunan jembatan atau fly over dan pada saat pemasangan dapat menggunakan girder crane. Selain girder precast, juga dikenal istilah on-site girder, yaitu girder yang di cor di tempat pelaksanaan pembangunan jembatan, girder ini dirancang sesuai dengan perancangan beton pada umumnya yaitu dengan menggunakan bekisting sebagai cetakannya.

Sehingga yang disebut jembatan sistem girder adalah sebuah struktur bangunan jembatan yang komponen utamanya (balok) berbentuk girder. Girder ini dapat terbuat dari beton bertulang, beton prategang, baja atau kayu. Panjang bentang jembatan girder beton bertulang ini dapat sampai 25 m, dan untuk jenis girder yang menggunakan beton prategang umumnya memiliki panjang bentang di atas 20 m sampai 40 m. Contoh jembatan girder yang paling umum kita jumpai adalah jembatan sungai.

Setiap bentuk girder memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Girder dengan profil balok I memiliki kelebihan pada pengerjaannya yang mudah serta cepat dalam berbagai jenis kasus, namun jika jembatan yang akan dibangun memiliki bentuk kurva, girder balok I menjadi lemah karena kurang kuat terhadap kekuatan puntir/memutar, yang sering disebut sebagai torsi. Web kedua pada balok I perlu ditambahkan dalam gelagar kotak untuk meningkatkan kekuatan stabilitas untuk menahan torsi, Hal ini membuat gelagar kotak/box girder merupakan pilihan yang tepat untuk jembatan dengan bentuk kurva.

Menurut bentuknya, jenis girder dapat dibedakan menjadi :

1. Balok I

Girder dengan bentuk balok I sering disebut dengan PCI Girder (yang dibuat dari material beton). Girder ini dapat terbuat dari bahan komposit ataupun bahan non komposit, dalam memilih hal ini perlu dipertimbangkan berbagai hal seperti jenis kekuatan yang diperlukan dan biaya akan akan dikeluarkan.

Balok I atau Girder
Balok I atau Girder

2. Box Girder

Box girder sangat cocok digunakan untuk jembatan bentang panjang. Biasanya box girder didesain sebagai struktur menerus di atas pilar karena box girder dengan beton prategang dalam desain biasanya akan menguntungkan untuk bentang menerus. Box girder sendiri dapat berbentuk trapesium ataupun kotak. Namun bentuk trapesium lebih digemari penggunaannya karena akan memberikan efisiensi yang lebih tinggi dibanding bentuk kotak.

Box Girder
Box Girder

3. Balok T

Balok T ekonomis untuk bentang 40-60 ft. Namun pada struktur jembatan miring, perancangan balok T memerlukan rangka kerja yang lebih rumit. Perbandingan tebal dan bentang struktur pada balok T yang dianjurkan adalah sebesar 0,07 untuk struktur bentang sederhana dan 0,065 untuk struktur bentang menerus.

Balok T
Balok T

sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/struktur-jembatan-2/apa-yang-dimaksud-dengan-girder

Apa Yang Dimaksud

Apa Yang Dimaksud
Slab

Slab (pelat) adalah sebuah elemen struktur horizontal yang berfungsi menyalurkan beban mati maupun beban hidup menuju rangka pendukung vertical dari suatu sistem struktur. Elemen-elemen horizontal tersebut dapat dibuat bekerja dalam satu arah ataupun bekerja dua arah yang saling tegak lurus (biaksial).

Menurut sistem strukturnya, pelat dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu :

1. Pelat tipis lendutan kecil

Pelat lendutan kecil merupakan pelat dengan perbandingan tebal terhadap panjang sisi terpendek <= 1/20 (lebih kecil atau sama dengan) dan ukuran lendutan yang terjadi <= 0,20 tebal pelatnya.

2. Pelat tipis lendutan besar

Pelat tipis lendutan besar merupakan sebutan untuk pelat dengan rasio tebal terhadap panjang sisi terpendek <= 1/20 disertai dengan ukuran lendutan > 0,20 tebal pelatnya.

3. Pelat tebal

Sedang kriteria pelat tebal digunakan untuk pelat yang memilikiketebalan > 1/20 kali panjang sisi terpendek.

Slab
Slab

Selain berdasarkan sistem strukturnya, pelat dapat dibagi berdasarkan perbandingan antara panjang dan lebar, pembagian ini adalah

1. Pelat satu arah

Disebut pelat satu arah jika pelat memiliki perbandingan antara panjang dan lebar >= 2 (lebar besar atau sama dengan). Pelat satu arah biasa digunakan dan dirancang sebagai balok dengan ukuran lebar tertentu dan disertai tulangan susutpada arah tegak lurus tulangan lentur.

2. Pelat dua arah

Jika perbandingan antara panjang dan lebar <2 maka disebut pelat dua arah. Metode perancangan pada pelat dua arah dapat berbagai macam, seperti pendekatan semi elastic, metode garis lelah dan metode jalur

Pelat merupakan sebuah elemen struktur yang sering digunakan pada berbagai jembatan atau overpass. Pelat pada sebuah jembatan atau overpass memiliki fungsi antara lain pemisah antara ruang bawah dan ruang atas jembatan, tempat diletakannya kabel listrik dan penerangan pada ruang bawah, meredam bising (suara) dari ruang atas atau ruang bawah, menambah kekakuan horizontal pada bangunan, dan sebagai landasan kendaraan yang melintas. Namun dalam menggunakan pelat dalam sebuah jembatan ada banyak hal yang perlu diperhitungkan agar jembatan tersebut dapat berfungsi dengan aman antara lain :

1. Berat sendiri (self weight)

Yang dimaksud berat sendiri adalah berat pelat itu sendiri dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non-struktural yang bersifat tetap.

2. Berat mati tambahan

Berat mati tambahan adalah berat seluruh bahan digunakan untuk membangun jembatan tersebut dan menghasilkan beban pada jembatan yang merupakan elemen non-struktural dan mungkin beratnya masih dapat berubah.

3. Berat lalu lintas

Beban lalu lintas yang perlu diperhitungkan adalah beban truk “T” yang didefinisikan sebagai berat satu kendaraan berat 3 as. Hal ini dilakukan karena menurut Dinas Bina Marga, berat kendaraan yang kurang dari 5 ton kurang begitu mempengaruhi elemen penahan jembatan/overpass.

sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/struktur-jembatan-2/apa-yang-dimaksud-dengan-slab

Kapasitas Penampang Menahan Gaya Torsi

Kapasitas Penampang Menahan Gaya Torsi
119

Elemen beton selain menerima gaya lentur dan geser, juga mengalami gaya torsi. Torsi didefinisikan sebagai bahan yang menyebabkan elemen struktur terpuntir terhadap sumbu memanjang elemen. Contoh elemen struktur yang mengalami torsi antara lain adalah balok tepi dari suatu bangunan yang menerima beban dari satu sisi. Gaya torsi yang bekerja harus ditahan oleh tulangan geser dan tulangan memanjang.

Menurut SK-SNI-T-15-1991-03, untuk struktur yang mengalami geser dan torsi, kuat torsi penampang beton adalah

untuk struktur yang mengalami aksial, kuat torsi penampang beton adalah

Dimana

Tc = Kuat torsi yang disumbangkan beton

Vu = Gaya lintang

Tu – Momen torsi luar

x = dimensi lebih pendek dari suatu segmen penampang

y = dimensi lebih panjang dari suatu segmen penampang

Nu = Gaya aksial, bernilai negatif untuk gaya aksial tekan

Nu/Ag dinyatakan dalam MPa

Ag = Luas bruto penampang

Ct = faktor yang menghubungkan sifat tegangan geser

 

Apabila gaya torsi yang terjadi lebih besar dari kuat torsi beton, maka perlu dipasang penulangan torsi

Dimana

Ts = Torsi yang mampu ditahan oleh tulangan geser torsi

At = Luas dari 1 kaki tulangan sengkang tertutup penahan torsi dalam jarak s

fy = tegangan leleh baja tulangan geser torsi

X1 dan Y1 = dimensi lebar dan tinggi dari tulangan geser tertutup penahan torsi

Tulangan memanjang penahan torsi selain tulangan geser untuk menahan torsi, diperlukan juga tulangan memanjang yang didistribusikan di sekeliling parameter sengkang tertutup.

Kebutuhan luasan tulangan memanjang penahan torsi adalah nilai terbesar dari

dan

Jika dihitung dengan persamaan terakhir, tidak boleh melebihi

Beton Pracetak

Beton Pracetak

118

Industrualisasi dalam konstruksi  bangunan adalah perkembangan alamiah sebagaimana juga telah menimpa pada industri yang lain. Justru lebih lambat ketimbang yang lain karena lebih besarnya rintangan yang dihadapi dalam industri bangunan, yang tidak sekedar bersifat Fashionable trend (kecenderungan mode mutakhir), tetapi juga berkaitan dengan pernyataan nilai yang menuntut : Perubahan sikap mental dan pikiran baru dari sebagain ahli bangunan.

Selama ini orang merasa terikat kepada rumah yang harus di hargai secara individual, maka tentu saja orang akan merasakan sesuatu yang lain ketika tiba-tiba akomodasi  tempat tinggal :

  1. Disediakan dalam bentuk blok-blok atau flat-flat yang bukan bangunan sebagaimana biasanya.
  2. Bangunan tidak didesain secara khusus sebagaimana permintaan penggunanya secara individu.
  3. Bangunan didirikan dalam bentuk produk yang telah selesai tanpa ada kesempatan intervensi lagi dari pemakainya.
  4. Bangunan di desain dengan penampilan yang serupa atau bahkan sama.
  5. Perangkat bangunan yang langsung jadi jika ingin mendesain dan membangun secara individu.
  6. Dengan pilihan yang sangat terbatas.

Industri bangunan mestinya juga membuat progress; penggunaan crane dan mesin-mesin lain tetapi dengan cara yang lebih luas. Ketertinggalan dalam industri bangunan dikembangkan dengan cara industrialisasi yang terotomastisasi dalam seluruh prosesnya sejak persiapan dan moulding (pembuatan percetakan), casting (percetakan), concreting (pengecoran), prestressing (penegangan), storage (penyimpanan), transportation (pengangkutan), erection (pendirian), lifting (pengangkatan) dan handling (penanganan).

Prefabrication (prefabrikasi) adalah industrialisasi metode konstruksi di mana komponen-komponennya diproduksi secara massal dirakit (assemble) dalam bangunan dengan bantuan crane dan alat-alat pengangkat dan penanganan yang lain.

Prefabricated Structural Components (Komponen Struktur Prefabrikasi) dibuat dari beton melalui precast units/precast numbers atau precast elements (unit cetakan) tergantung pada alternative penggunaannya, percetakan dikontrol dengan baik diberi waktu untuk pengerasan dan mencapai kekuatan tertentu yang diinginkan sebelum diangkat dan dibawa menuju tapak kontruksi sesungguhnya untuk pembangunan. Metode konstruksi yang dibuat dengan menggunakan komponen prefabrikasi secara kolektif disebut sebagai ‘prefabricated contruction (konstruksi prefabrikasi). Konstruksi Prefabrikasi dapat berupa sector aktifitas bangunan utamanya : industrial architecture (Arsitektur industri), General Engineering (Rekayasa struktur secara umum) dan Civil Engineering.

Precast Struktural Components ( komponen Struktur Pracetak), alternatifnya dibuat untuk bangunan pada site tertentu. Kecenderungan ini mengarah  pada pabrik pembuat komponen.

Problem Material

Kebutuhan ideal yang harus dipenuhi dalam teknik konstruksi bangunan dengan sistem konstruksi prefabrikasi :

  1. Kemampuan pembuatan melalui metode mekanis (beban bawaan dan komponen yang tertutup).
  2. Kemungkinan sambungan dan koneksi struktural yang layak dan memungkinkan untuk dibuat dengan cara yang paling sederhana.
  3. Secara simultan kemungkinan untuk pelaksanaan fungsinya akibat beban bawaan dan lketerbatasan ruang geraknya.

Hal yang paling penting adalah bahwa material harus memiliki  kualifikasi sebagai berikut :

  1. Mengisolasi panas, tahan  air dan anti pembusukan.
  2. Anti api dan dapat dicetak secara volumetric.
  3. Dapat dipaku dan digergaji sehingga memungkinkan untuk perubahan.
  4. Tidak banyak membutuhkan pemeliharaan (maintenance).
  5. Memiliki kekuatan yang tinggi.

Keuntungan dan Permasalahan Konstruksi Prefabrikasi

Beberapa keuntungan konstruksi prefabrikasi dalam industri bangunan adalah :

  1. Waktu konstruksi yang lebih cepat, sejak pekerjaan struktur di tapak, konstruksi pondasi dan pendirian komponen prefabrikasi.
  2. Jumlah material yang dibutuhkan tidak berkurang
  3. Produksi unit precast dalam skala luas menjadikan lebih praktis untuk menggunakan mesin dan karenanya kebutuhan jumlah pekerja yang terlalu banyak dapat diatasi
  4. Pengurangan kebutuhan tenaga kerja manusia dan menuntut memiliki keahlian yang lebih
  5. Kualitas yang dihasilkan lebih baik sebagai hasil proses pabrik yang selalu di bawah pengawasan yang ketat dan tetap, penggunaan mesin dan lingkungan kerja yang rapi
  6. Pekerjaan konstruksi dapat dilaksanakan tanpa tergantung pada kondisi cuaca

Permasalahan dalam konstruksi prefabrikasi adalah :

  1. Transportasi komponen dari pabrik ke proyek
  2. Kesulitan dalam penanganan di lapangan khususnya dalam erection (pendirian), lifting (pengangkatan) dan connecting (penyambungan pada saat finalisasi konstruksi)
  3. Pelaksanan yang demikian berarti ada tambahan biaya dan problem teknis.

Sejarah Perkembangan Sistem Pracetak

Beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal ini bisa dimaklumi, karena bahan-bahan pembentukannya mudah terdapat di Indonesia, cukup awet, mudah dibentuk dan harganya relatif terjangkau. Ada beberapa aspek yang dapat menjadi perhatian dalan sistem beton konvensional, antara lain waktu pelaksanaan yang lama dan kurang bersih, kontrol kualitas yang sulit ditingkatkan serta bahan-bahan dasar cetakan dari kayu dan triplek yang semakin lama semakin mahal dan langka.

Sistem beton pracetak adalah metode konstruksi yang mampu menjawab kebutuhan di era millennium baru ini. Pada dasarnya sistem ini melakukan pengecoran komponen di tempat khusus di permukaan tanah (fabrikasi), lalu dibawa  ke lokasi (transportasi ) untuk disusun menjadi suatu struktur utuh (ereksi). Keunggulan sistem ini, antara lain mutu yang terjamin, produksi cepat dan massal, pembangunan yang cepat, ramah lingkungan dan rapi dengan kualitas produk yang baik. Perbandingan kualitatif antara struktur kayu, baja serta beton konvensional dan pracetak dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Sistem pracetak telah banyak diaplikasikan di Indonesia, baik yang sistem dikembangkan di dalam negeri maupun yang didatangkan dari luar negeri. Sistem pracetak yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom plat pantai. Permasalahan mendasar dalam perkembangan sistem pracetak di Indonesia saat ini adalah :

  1. Sistem ini relatif baru
  2. Kurang tersosialisasikan jenisnya, produk dan kemampuan sistem pracetak yang telah ada
  3. Serta kendala sambungan antar komponen untuk sistem pracetak terhadap beban gempa yang selalu menjadi kenyataan
  4. Belum adanya pedoman resmi mengenai tata cara analisis, perencanaan serta tingkat kendala khusus untuk sistem pracetak yang dapat dijadikan pedoman bagi pelaku konstruksi.

Perkembangan Sistem Pracetak Di Dunia

Sistem pracetak jaman modern berkembang mula-mula di Negara Eropa. Struktur pracetak pertama kali digunakan adalah sebagai balok beton precetak untuk Casino di Biarritz, yang dibangun oleh kontraktor Coignet, Paris 1891. Pondasi beton bertulang diperkenalkan oleh sebuah perusahaan Jerman, Wayss & Freytag di Hamburg dan mulai digunakan tahun 1906. Th 1912 beberapa bangunan bertingkat menggunakan sistem pracetak berbentuk komponen-komponen, seperti dinding, kolom dan lantai diperkenalkan oleh John.E.Conzelmann.

Struktur komponen pracetak beton bertulang juga diperkenalkan di Jerman oleh Philip Holzmann AG, Dyckerhoff & Widmann G Wayss & Freytag KG, Prteussag, Loser dll. Sistem pracetak tahan gempa dipelopori pengembangannya di Selandia Baru. Amerika dan Jepang yang dikenal sebagai negara maju di dunia, ternyata baru melakukan penelitian intensif tentangt sistem pracetak tahan gempa pada tahun 1991. Dengan membuat program penelitian bersama yang dinamakan PRESS ( Precast seismic Structure System).

Perkembangan Sistem Pracetak Di Indonesia

Indonesia telah mengenal sistem pracetak yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom dan plat lantai sejak tahun 1970an. Sistem pracetak semakin berkembang dengan ditandai munculnya berbagai inovasi seperti Sistem Column Slab (1996), Sistem L-Shape Wall (1996), Sistem All Load Bearing Wall (1997), Sistem Beam Column Slab (1998), Sistem Jasubakim (1999), Sistem Bresphaka (1999) dan siste4m T-Cap (2000).

Permasalahan Umum Pada Pengembangan Sistem Beton Pracetak

Ada tiga masalah utama dalam pengembangan sistem pracetak :

  1. Kendala sambungan antar komponen
  2. Belum adanya suatu pedoman perencanaan khusus untuk sistem struktur pracetak
  3. Kerjasama dengan perencana di bidang lain yang terkait, terutama dengan pihak arsitektur dan mekanikal/elektrikal/plumbing.

Sistem Pracetak Beton

Pada pembangunan struktur dengan bahan beton dikenal 3 (tiga) metode pembangunan yang umum dilakukan, yaitu sistem konvensional, sistem formwork dan sistem pracetak.

Sistem konversional adalah metode yang menggunakan bahan tradisional kayu dan triplek sebagai formwork dan perancah, serta pengecoran beton di tempat. Sistem formwork sudah melangkah lebih maju dari sistem konversional dengan digunakannya sistem formwork dan perancah dari bahan metal. Sistem formwork yang telah masuk di Indonesia, antara lain sistem Outinord dan Mivan. sistem Outinord menggunakan bahan baja sedangkan sistem Mivan menggunakan bahan alumunium.

Pada sistem pracetak, seluruh komponen bangunan dapat difabrikasi lalu dipasang di lapangan. Proses pembuatan komponen dapat dilakukan dengan kontol kualitas yang baik.

sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/struktur-beton/beton-pracetak

Struktur Beton di Daerah Rawan Gempa

Struktur Beton di Daerah Rawan Gempa
Struktur Beton di Daerah Rawan Gempa 1

Pada perencanaan struktur beton dikenal adanya 2 macam limit states, yakni Ultimit Limit States dan Seviceability Limit States. Dalam perencanaan struktur beban di daerah perencanaan limit states designnya disebut Capacity Design yang berarti bahwa ragam keruntuhan struktur akibat beban gempa yang besar ditentukan lebih dahulu dengan elemen-elemen kritisnya dipilih sedemikian rupa agar mekanisme keruntuhannya dapat memancarkan energi yang sebesar-besarnya.

Agar elemen-elemen kritis dapat dijamin pembentukannya secara sempurna maka elemen-elemen lainnya harus direncanakan khusus, agar lebih kuat dibandingkan elemen-elemen kritis. Salah satu filsafat yang dikenal dalam perencanaan capacity design disebut kolom kuat balok lemah.

Beban gempa merupakan beban yang sangat tidak dapat diperkirakan baik besarnya maupun arahnya. Besarnya gaya gempa sangat ditentukan oleh perilaku struktur tersebut. Gaya horizontal, gaya vertikal dan momen torsi yang terjadi sangat bergantung pada waktu getar struktur dan eksentrisitasnya antara pusat kekuatan struktur dengan pusat masa struktur.

Dalam filosofi perencanaan struktur beton di daerah gempa dikenal suatu konsep pembebanan 2 tingkat yakni struktur beton selama masa layanannya akan dibebani berkali-kali oleh gempa-gempa yang kecil sampai sedang yang mempunyai waktu ulang 20 – 50 tahun. Struktur beton selama masa layannya mungkin harus dapat menahan beban gempa yang besar yang waktu ulangnya dapat terjadi sekali dalam 200 tahun.

Beban gempa kecil atau sedang adalah beban gempa yang tercantum dalam SKSNI T15 – 1991 – 03, dimana Indonesia dibagi dalam 6 zona. Besarnya beban gempa ini tergantung dari waktu getar struktur beban tersebut.

Besarnya gaya gempa ini dinyatakan dalam :

V  = C I K Wt

Keterangan :

C  =  Koefisien gempa dasarV  = Beban geser dalam akibat gempa

I   =  Faktor keutamaan

K  =  Faktor jenis struktur

W=  Kombinasi dari beban mati seluruhnya dan beban hidup vertikal

T   =  Waktu getar alami struktur gedung

Harga C dapat dicari dari diagram respon spectrum dengan mengetahui waktu getar T struktur tersebut.

Respon spektra 20 th untuk tiap zona dibagi faktor f1 dan f2 dengan f2 adalah faktor kelebihan kekuatan struktur statis tak tentu dalam keadan plastis. Sedangkan f1 adalah faktor kelebihan kekuatan struktur akibat kelebihan kekuatan akibat pada penampang beton terutama pada penulangannya.

f= 1,5

f= 2

Defenisi gempa besar adalah gempa dalam waktu ulang 200 th. Agar struktur beton dapat menahan gempa yang besar ini maka dalam peraturan SKSNI T15-1991-03 Pasal 3.14, disyaratkan agar struktur beton selain mempunyai kekuatan yang cukup dan kekuatan yang cukup juga mempunyai daktilitas yang besar dinyatakan dalam nilai m (daktilitas struktur).

Agar struktur beton tetap direncanakan dengan beban gempa 200 tahunan. Maka struktur beton harus mempunyai nilai daktilitas yang cukup besar (μ), dengan :

Bila struktur beton tidak mempunyai daktilitas yang cukup maka perencanan struktur dapat dilakukan dengan meningkatkan nilai K (faktor daktilitas struktur).

Dalam peraturan beton SKSNI T15-1991-03 perencanaan struktur dengan daktilitas tingkat 2 dapat dilakukan dengan mengacu pada Pasal 3.14 SKSNI T15-1991-O3.

Agar gaya-gaya gempa yang diperhitungkan tidak terlalu besar, arahnya cukup dapat diperkirakan, dan distribusi gaya-gayanya dapat dilakukan secara sederhana, ketentuan-ketentuan di bawah ini sangat perlu untuk diperhatikan dalam perencanaan struktur beton di daerah gempa.

  1. Tata letak struktur
  2. Desain kapasitas
  3. Pendetailan

Dengan memenuhi ketiga syarat-syarat diatas maka perencanaan struktur di daerah rawan gempa dapat dilakukan dengan sederhana, aman dan ekonomis.

1. TATA LETAK STRUKTUR

Agar perencanaan struktur beton dapat dilakukan dengan cara yang sederhana (analisa statis ekivalen) tanpa melakukan analisa yang rumit (analisa dinamis) dan perilaku struktur diharapkan sangat baik bila dilanda gempa, maka tata letak struktur sangat penting untuk diatur.

Tentunya tidak ada suatu bentuk struktur yang sangat ideal memenuhi semua syarat-syarat yang yang diijinkan tetapi beberapa pedoman dasar di bawah ini dapat dipakai sebagai acuan dalam merencanakan Tata Letak Struktur.

  • Bangunan harus mempunyai bentuk yang sederhana dan simetris
  • Tidak terlalu langsing baik pada denahnya maupun pada potongannya
  • Distribusi kekuatan sepanjang tinggi bangunan seragam dan menerus
  • Kekuatan yang cukup

Terbentuknya sendi plastis harus terjadi pada elemen-elemen horizontal lebih dahulu dibandingkan elemen vertikal.

Bentuk yang Sederhana dan Simetris

Dari pengalaman kerusakan struktur akibat gempa telah terbukti bahwa struktur yang mempunyai bentuk yang sederhana yang lebih tahan terhadap gempa. Ada dua alasan utama dalam pernyatan ini, yaitu :

    1. Kemampuan kita untuk mengerti seluruh perilaku dan struktur beton baru pada tahapan struktur yang sederhana dibandingkan dengan struktur yang rumit. Pada struktur yang rumit banyak hal yang tidak atau belum diketahui.
    2. Kemampuan untuk mengerti detail detail struktur masih pada tahapan-tahapan detail-detail yang sederhana. Untuk detail-detail yang rumit masih perlu dilakukan penelitian yang mendalam.

Begitu juga dengan kesimetrisan bentuk struktur pada kedua arah horizontal (x) dan y (vertikal) dari denah perlu diatur kesemetrisannya. Kesimetrisan akan dapat mengakibatkan pengaruh-pengaruh torsi yang susah diperkirakan dan dapat merusak struktur bila dilanda gempa.

Bentuk Struktur Tidak Boleh Terlalu Langsing

Makin panjang suatu struktur pada denahnya, kemungkinan terjadinya gerakan gempa yang berlawanan pada kedua ujung-ujungnya makin besar bila hal ini terjadi kerusakan yang besar dapat terjadi. Bila denah dari bangunan tersebut tidak terbentuk bujur sangkar maka sebaiknya struktur bangunan-bangunan tersebut dipisahkan. Hal ini biasa dilakukan dengan memisahkan struktur bangunan yang panjang dalam beberapa bagian dengan menggunakan celah yang dapat bergeser diantaranya.

Hal ini tidak mudah dilakukan karena pendetailan celah geser ini biasanya susuah dilakukan dan celah ini harus agak lebar ± 100 mm atau lebih untuk menghindari terbenturnya kedua bangunan. Yang juga harus dihindari adalah adanya reentrant corner (sudut lancip ke dalam).

Bangunan berbentuk T dan bentuk L harus dihindari, bangunan berbentuk H meskipun simetris juga perlu dihindari bila sayap-sayapnya terlalu lebar. Ke arah tinggi bangunan sebaiknya kelangsingan bangunan dibatasi perbandingan tinggi / lebar  > 3 atau 4, makin langsing bangunannya maka makin besar tegangan yang terjadi akibat beban guling gempa terutama pada kolom-kolom luar yang tertekan.

Distribusi Kekuatan Sepanjang Tinggi Bangunan Seragam dan Menerus

Konsep ini sangat berhubungan dengan kesederhanaan dan kesimetrisan. Struktur bangunan akan sangat tahan terhadap gempa bila syarat-syarat dibawah ini dipenuhi, yaitu :

  1. Distribusikan secara seragam.
  2. Semua kolom dan dinding menerus dan tanpa pemutusan dari atap sampai ke pondasi.
  3. Semua balok berhubungan secara menerus.
  4. Balok dan kolom mempunyai sumbu yang sama.
  5. Baik kolom maupun baloknya mempunyai lebar yang sama.
  6. Penampang-penampang penahan gempa tidak boleh berubah secara tiba-tiba.
  7. Struktur beton harus menerus (derajat ke statis tak tertentuannya makin besar) dan harus sedapat-dapatnya monolit.

Meskipun rekomendasi di atas bukan merupakan prasyaratan mutlak, syarat-syarat di atas terbukti apabila tidak diikuti maka struktur akan makin mahal dan berbahaya.

Bila syarat-syarat di atas diikuti maka struktur akan lebih handal direncanakan, konsentrasi tegangan-tegangan yang tidak dikehendaki dapat dihindari. Pembatasan-pembatasan syarat-syarat arsitektur dapat mengakibatkan syarat-syarat di atas tak dapat dipenuhi, tetapi usaha yang tekun dengan berdiskusi dengan para arsitek sejak awal dapat memberikan hasil musyawarah yang optimum. Masalah yang amat penting dalam perencanaan struktur adalah terputusnya elemen vertikal penahan beban gempa.

Bila hal ini terjadi maka meskipun kita dapat menggunakan perhitungan komputer yang paling canggih pun tegangan-tegangan akibat gempa tidak dapat dihitung secara tepat. Juga dengan batas pengetahuan kita sampai saat ini pendetailan yang baik belum ditemukan untuk mengatasi tegangan-tegangan yang terjadi meskipun besarnya gaya dilokasi-lokasi yang peka tersebut dapat ditentukan, bagian struktur yang tidak menerus ini dapat mengakibatkan keruntuhan yang disebut soft storey.

Pada struktur kolom sebaiknya lebar balok dan lebar kolom harus sama. Dengan mengikuti syarat-syarat ini maka pendetailannya akan lebih mudah dan penerusan gaya-gaya dari balok ke kolom lewat pertemuannya lebih sederhana. Banyak pengalaman kerusakan-kerusakan akibat gempa terjadi bila elemen-elemen baloknya lebih besar dibandingkan kolom-kolomnya. Struktur beton sebaiknya makin tinggi derajat kestatis tak tentunya, sebab makin statis tidak tentu, jumlah sendi plastis yang dapat memancarkan energi makin banyak.

Juga dengan membuat struktur makin monolit dan statis tak tertentu dapat dihindari terjadinya keruntuhan setempat yang serius akibat terjadinya konsentrasi tegangan akibat besarnya perubahan bentuk dan rotasi bila terjadi beban gempa yang besar.

2. PENDETAILAN YANG BAIK

Banyak ahli struktur mengatakan bahwa dalam perencanaan bangunan di daerah gempa pendetailan struktur sama pentingnya dengan analisa struktur bahkan lebih penting. Karena beban gempa ini sangat sulit diperkirakan dan dihitung distribusi gayanya. Ketidaktepatan perhitungan dan perencanaan gempa akibat beban C peraturan masih harus diperhitungkan terhadap gaya yang besarnya 6-8 kali C peraturan.

Dari rumus di depan dapat dilihat bahwa μ pengaruhnya sangat besar pada struktur bila makin besar nilai μ nya maka makin besar syarat daktilitasnya berarti makin ketat perencanan pendetailannya.

Kerusakan-kerusakan yang terjadi akibat kurang baiknya pendetailan adalah :

  1. Penampang kurang daktail
  2. Kerusakan akibat penjangkaran yang kurang panjang
  3. Strut and Tie models yang tidak diperhitungkan dalm pendetailan
  4. Terlekuknya tulangan tekan.

Karena peranan daktilitas sangat besar pada kemampuan struktur untuk memancarkan energi pada waktu terjadinya gempa besar maka pendetailan yang baik sangat penting sekali dalam perencanaan struktur beton.

Pendetailan elemen-elemen di bawah ini penting untuk diperhatikan :

  1. Detail pondasi
  2. Detail dinding penahan
  3. Detail dinding
  4. Detail kolom
  5. Detil balok
  6. Detail plat
  7. Detail tangga
  8. Detail parapa

Pendetailan Pondasi

1. Dasar kolom dan poer

Syarat-syarat di bawah ini harus dipenuhi :

  • Tulangan memanjang minimum 0,15% setiap arah.
  • Tulangan-tulangan memanjang diangker pada sisi yang bebas.
  • Tiang-tiang pondasi dan poer harus diikat menjadi satu kesatuan secara baik dan penulangannya harus cukup agar dapat dihindari terjadinya pemisahan antara poer dan tiang pondasi kibat terjadinya pergerakan tanah.

2. Balok-balok pengikat pada pondasi

Bila tidak digunakan perhitungan analisa dinamis untuk struktur bagian bawahnya maka balok-balok pengikat pada direncanakan terhadap gaya longitudinal tarik/tekan sebesar 10% dari beban vertikal kolom di mana balok pengikat tersebut bertemu. Karena gaya longitudinal dapat berupa gaya tekan atau tarik maka syarat-syarat di bawah ini harus dipenuhi :

  • Persentasi tulangan memanjang minimum 1%.
  • Persentasi tulangan memanjang maksimum 6%.
  • Diameter minimum sengkang 8 mm.
  • Jarak maksimum dan minimum dari sengkang seperti pada kolom.
  • Diameter minimum tulangan memanjang 12 mm.
  • Agar dasar pondasi atau Poer dapat dicor lebih dahulu sebelum balok-balok pengikat maka dibutuhkan tulangan-tulangan stater dan harus didetail.
  • Bila terjadi gaya longitudinal tekan maka syarat-syarat perencanaan elemen sama dengan perencanaan kolom, seperti tegangan tekan yang diijinkan pengaruh-pengaruh kelangsingan dan ikatan-ikatan (jarak-jarak sengkang) berdasrkan SKSNI T15-1991-03.

3. Balok pengikat yang menahan momen

Dalam beberapa keadaan di mana momen yang terjadi pada dasar kolom harus disalurkan ke balok-balok pengikat maka balok-balok pengikat harus direncanakan terhadap momen dan beban aksial tarik atau tekan.

Perencanaan penulangannya harus disesuaikan dengan syarat-syarat balok atau kolom tergantung pada besarnya beban aksial syarat-syarat penulangan maksimum dan minimum.

Pendetailan Dinding Penahan Tanah

Penetrasi tulangan minimum yang disyaratkan adalah 0,15% pada tiap sisi pada kedua arah baik baik pada dinding maupun pada pondasinya. Untuk mengendalikan retak maka digunakan tulangan horizontal yang lebih banyak khususnya pada dinding tipis.

Tulangan atas dan bawah harus digunakan pada pondasinya agar keadaan tarik akibat lentur yang tidak dapat diperkirakan oleh analisa statik ekivalen dapat diatasi. Juga penulangan pada kedua sisi dari dinding harus disediakan untuk dinding dengan tebal 150 mm atau lebih. Tulangan pondasi harus dijangkarkan pada sisi bebas.

Pendetailan Dinding

Diameter minimum tulangan vertikal dan horizontal ≥ 10 mm. Di beberapa negara direkomendasikan tulangan minimum untuk dinding baik arah vertikal maupun horizontal adalh 0,125% pada setiap sisi ada juga yang merekomendasikan sebesar 0,2%.

Pendetailan sekitar lubang pada suatu dinding harus dilakukan sesuai dengan pendetailan pada lubang di plat lantai. Join konstruksi arah horizontal harus dibersihkan dan dikasarkan.

Pendetailan Kolom

Perbandingan b/h dari kolom tidak boleh < 0,4 dan dimensi minimumnya = 300 mm. Diameter tulangan yang digunakan pada kolom harus > 12 mm. Diameter minimum sengkang untuk kolom harus 8 mm. Luasan tulangan minimum untuk beban = 1% dari luas penampang dan luas tulangan maksimum = 6%.

Pendetailan Balok

Balok harus mempunyai perbandingan lebar/tinggi > 0,3 dan lebar balok hrus lebih besar dari 250 mm dan tidak boleh lebih besar dari kolom yang mendukungnya ditambah ¾ kali tinggi balok.

1. Tulangan longitudinal balok

  • Diameter minimum dari tulangan memanjang = 12 mm.
  • Untuk mendaptkan daktilitas penampang yang cukup persentasi tulangan memanjang dibatasi maksimum 2,5%.
  • Luas tulangan memanjang minimum
  • Pemakaian tulangan geser miring sebaiknya dihindarkan.
  • Pemutusan penulangan harus didasarkan bahwa sendi plastis yang direncanakan tempat terjadinya harus dijamin lokasinya sehingga tidak menimbulkan penampang-penampang kritis baru, pemutusan semua penulangan pada satu tempat sebaiknya dapat dihindari.
  • Kait dan bengkokan harus disesuaikan dengan SKSNI T15-1991-03
  • Pada balok beton yang merupakan bagian struktur rangka terbuka penahan beban gempa maka kapasitas momen positifnya harus minimal sebesar 50% kapasitas momen negatifnya dan sedikit-dikitnya ada 2 buah tulangan memanjang pada seluruh bentang balok.
  • Sebaiknya untuk tulangan memanjang pada balok digunakan baja lunak untuk menjamin terbentuknya sendi plastis pada balok.

2. Sengkang pada balok

  • Diameter minimum sengkang sebaiknya 8 mm.
  • Penulangan sengkang minimum harus dipasang sejak 4 dari ujung balok
  • Gaya geser tidak boleh diterima oleh tulangan tarik miring.
  • Sengkang yang lebih disarankan adalah sengkang tertutup, sengkang terbuka juga dapat digunakan asalkan panjang penyalurannya cukup dan diberi sengkang penutup.
  • Bila syarat-syarat sengkang tidak ditentukan oleh perhitungan geser maka syarat minimum pendetailan balok harus dipenuhi.

Pendetailan Plat

Penulangan plat yang direncanakan untuk menahan beban-beban gravitasi yang biasanya merupakan suatu kesatuan struktur balok dan lantai berperilaku cukup baik sebagai penahan beban lentur dan sebagai diafragma horizontal untuk menyebarkan gaya gempa.

Diameter minimum tulangan 8 mm. Tulangan tarik minimum pada setiap arah dan pada kedua sisi harus sebesar 0,15% untuk tulangan mutu tinggi dan 0,25% untuk baja lunak.

Tulangan pembagian minimum 0,15%. Untuk plat-plat kantilever harus dipasang tulangan bawah untuk menghindari berbaliknya momen yang dapat terjadi selama terjadinya gempa. Lubang-lubang pada lantai harus diberi kerangka tulangan ekstra agar dapat menahan gaya-gaya diafragma selama terjadinya gempa.

Pendetailan Plat dan Balok Tangga

Pada umumnya syarat-syarat yang berlaku pada plat juga berlaku untuk tangga. Tulangan atas harus diberikan pada setiap bordes. Bila tangga merupakan bagian diafragma horizontal atau penahan beban lateral maka penulangan harus direncanakan sesuai dengan perhitungan dan perhatian penuh harus diberikan pada perubahan sudut untuk menyambung penulangan longitudinalnya.

Pendetailan Parapat

Parapat harus direncanakan dengan hati-hati dengan memperhatikan aksi cambuk. Penulangan pada sudut pertemuan harus direncanakan seperti pada dinding.

3. DESAIN KAPASITAS

Pada struktur beton rangka terbuka persyaratan dasar perencanaan di daerah gempa adalah bahwa batang-batang horizontal (balok-balok) harus runtuh lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan-kerusakan pada batang-batang vertikal (kolom-kolom). Dengan mengikuti persyaratan dasar ini maka struktur beton dapat menunda keruntuhan totalnya.

Balok-balok dan plat beton pada umumnya tidak akan runtuh meskipun sudah terjadi kerusakan yang besar pada lokasi sendi-sendi plastis sedangkan kolom-kolom akan runtuh segera akibat beban vertikal walaupun baru terjadi kerusakan-kerusakan kecil.

Dasar-dasar perencanaan di bawah ini penting untuk diperhatikan :

  1. Balok-balok harus runtuh lebih dahulu sebelum kolom-kolomnya
  2. Keruntuhan harus diakibatkan lentur bukan akibat geser
  3. Keruntuhan join-joint di antara batang-batang harus dihindar
  4. Keruntuhan daktail bukan keruntuhan getas yang harus dipilih.

Perlu Diperhatikan

1. Dalam peraturan SKSNI T15-1991-03 terdapat persyaratan khusus yang berusaha untuk memperoleh keruntuhan balok terjadi dahulu dibandingkan keruntuhan kolom, dengan overstrength factor dan dynamic maghnification factor. Untuk bangunan-bangunan yang sederhana dan bila tidak dikehendaki perhitungan yang sulit dapat dilakukan dengan merencanakan struktur dengan perhitungan tanpa desain kapasitas. Tetapi tulangan yang didapatkan untuk perhitungan kolom diganti dengan tulangan dengan mutu yang lebih tinggi (BjTD 40) sedangkan tulangan balok tetap menggunakan baja mutu biasa (BjTP 24). Kelebihan kemampuan baja mutu tinggi beserta tingginya kapasitas strain hardeningnya dapat memberikan kekuatan lebih yang dibutuhkan. Kemampuan penggunaan baja mutu tinggi BjTD 40 cukup untuk mengatasi kelebihan kekuatan balok.

2. Untuk menghindari keruntuhan geser yang getas sebelum terjadinya keruntuhan lentur yang daktail dilakukan perencanaan sebagai berikut, pada waktu tulangan lentur mencapai tegangan lelehnya maka tulangan geser masih dalam keadan elastis (± 90% tegangan leleh). Untuk menjamin keadan ini maka gaya geser yang didapat dari perhitungan analisa baik yang dilakukan dengan cara manual maupun perhitungan komputer tidak dapat digunakan begitu saja tetapi harus dimodifikasi sebagai berikut.

Keterangan :

MAs.fsu.z

V= gaya geser akibat beban mati dan sebagian beban hidup

A= semua tulangan pada daerah tarik

fsu = tegangan maksimum (tegangan patah) dari baja tulangan setelah terjadi strain hardening 95 percentile dari benda uji baja.

Z = lengan momen

Pada lokasi sendi plastis peranan kekuatan beton Vc harus diabaikan dalam menahan gaya geser Vmaks. Jadi Vmaks < Φ Vs

3. Untuk menghindari keruntuhan geser pda kolom maka gaya geser pada konstruksi kolom dapat dihitung dari momen kolom dengan :

Ma = Momen kolom dengan tulangan yang terpasang atas

Mb = Momen kolom dengan tulangan yang terpasang bawah

Dengan beban N maksimum dan N minimum yang bekerja pada kolom dan dengan tulangan yang terpasang pada kolom dengan menggunakan grafik interaksi momen dan gaya normal dapat dicari momen dengan tulangan yang terpasang.

4. Gaya aksial pada kolom dapat dihitung dengan cara-cara yang sederhana dengan memadukan beban akibat beban-beban gravitasi dengan beban akibat gempa. Untuk kolom-kolom luar, Gaya normal kolom = gaya normal akibat beban gravitasi dan luasan tributary + gaya geser balok yang terjadi akibat gempa sesuai Mo.

Untuk kolom-kolom dalam, karena gaya – gaya geser akibat gempa pada struktur dengan bentang-bentang yang sama akan hampir sama saling meniadakan maka

5. Join diantara batang-batang seperti pertemuan balok dengan kolom sangat peka terhadap keretakan awal dibandingkan dengan batang-batang yang didukungnya akibat kerusakan-kerusakan pada semua joinnya.

Untuk menghindari hal ini maka perencanaan join dilakukan dengan konsep desain kapasitas dan dua mekanisme yang terjadi yakni terjadi strut mekanisme dan truss mekanisme diperhitungkan dalam menahan kelebihan beban.

Dalam peraturan-peraturan beton yang baru di seluruh dunia belum ada kesepakatan dalam perencanaan. Kesepakatan yang belum dapat disatukan adalah tentang ragam keruntuhan yang dapat diterima pada join balok kolom. Ada yang mengharapkan join balok kolom tetap dalam keadaan elastis, ada yang memperkenankan terjadinya kerusakan-kerusakan pada join balok kolom asal perilakunya masih sangat daktail.

Dari teori-teori yang ada maka cara yang praktis dan ekonomis berdasarkan kapasitas pemancaran energi dari suatu subbassemblage dengan menggunakan indeks kerja dari Ehsani & Wight.

Dengan menggunakan grafik hubungan antara tegangan geser join (γ) dengan flexural strength ratio Mr dapat ditentukan jumlah tulangan transversal yang dibutuhkan Ptm

bila mutu baja tulangan tidak sesuai dengan percobaan-percobaan yang dilakukan dan dimensi join-joinnya juga tidak sesuai dengan percobaan maka rumus Pt perlu dimodifikasi menjadi Ptm :

4. RANGKUMAN

Keruntuhan dari bangunan disebabkan karena struktur bangunan tidak mampunyai kinerja yang baik pada saat terjadi gempa. Agar struktur bangunan mempunyai kinerja yang baik pada saat terjadi gempa, ada 3 hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan struktur betonnya, yaitu : tata letak struktur, desain kapasitas dan pendetailan. Dengan memenuhi ketiga syarat-syarat tersebut, maka perencanaan struktur beton di daerah gempa dapat dilakukan dengan sederhana, aman dan ekonomis.

Acuan dalam merencanakan tata letak struktur, yaitu : bangunan harus mempunyai bentuk yang sederhana, bentuk yang simetris, tidak terlalu langsing baik pada denahnya maupun pada potongannya, distribusi kekuatan sepanjang tinggi bangunan seragam dan menerus, kekuatan yang cukup, dan terbentuknya sendi plastis harus terjadi pada elemen-elemen horizontal lebih dahulu dibandingkan dengan elemen vertikal.

Pada pendetailan, elemen-elemen yang harus diperhatikan, yaitu : detail pondasi, detail dinding penahan, detail dinding, detail kolom, detail kolom, detail balok, detail plat, detail tangga dan detail parapat. Kerusakan-kerusakan yang terjadi akibat kurang baiknya pendetailan adalah : penampang kurang daktail, kerusakan akibat penjangkaran yang kurang panjang, Strut and Tie models yang tidak diperhitungkan dalam pendetailan, dan tertekuknya tulangan tekan.

Pada desain kapasitas, dasar-dasar perencanaan penting yang harus diperhatikan, adalah : balok-balok harus runtuh lebih dahulu sebelum kolom-kolomnya, keruntuhan harus diakibatkan lentur bukan akibat geser, keruntuhan join-join diantara batang-batang harus dihindari, dan keruntuhan daktail bukan keruntuhan getas yang harus dipilih.

Dalam perencanaan struktur beton tahan gempa, telah disyaratkan dalam peraturan SKSNI T15-1991-03. Struktur beton selain mempunyai kekuatan yang cukup juga mempunyai daktilitas yang besar yang dinyatakan dalam nilai daktilitas struktur.

sumber : https://www.ilmutekniksipil.com/struktur-beton/struktur-beton-di-daerah-rawan-gempa